Saat ini, beberapa perusahaan memanfaatkan platform kecerdasan buatan (artificial intelligence - AI) untuk menangani beberapa pekerjaan perencanaan dan pembelian space media yang secara tradisional dilakukan oleh agensi media.
Sudah banyak perusahaan yang menerapkan aplikasi kecerdasan buatan dalam proses bisnis mereka. Ini karena pembelajaran mesin dianggap lebih unggul dalam menjalankan banyak tugas yang pernah dilakukan oleh manusia, meski hal itu tidak berarti menghilangkan pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia.
Salah satu industri besar yang saat ini getol-getolnya mengaplikasikan AI adalah periklanan. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan media digital dan agensi iklan besar mulai mengintegrasikan teknologinya ke dalam platform digital mereka. Tjuannya adalah untuk menciptakan kampanye bertarget yang lebih baik, membangun proses bisnis yang lebih efisien, dan mengembangkan basis klien mereka.
Awal 2017, Saatchi & Saatchi LA, agen kreatif global terkemuka, melakukan kampanye Facebook untuk Toyota yang menggabungkan program kreatif dan AI dengan menggunakan IBM Watson. Watson membantu biro iklan membuat konten iklan yang lebih dipersonalisasi dengan mengidentifikasi insight konsumen dari sejumlah besar data Facebook.
Untuk mempromosikan Crossover Rav4, Januari 2017 Saatchi membuat 1.000 video Facebook yang konten dan kreatifnya disesuaikan minat audiensenya. Informasi tentang minat tersebut diidentifikasi di halaman Facebook orang dengan melihat hal-hal yang mereka sukai dan klik. Misalnya, salah satu iklan yang menargetkan orang-orang yang menyukai seni bela diri dan barbekyu, dan mendorong mereka untuk mencoba aktivitas yang disebut "taikwan tenderizer" untuk melunakkan potongan daging.
Chris Pierantozzi dari Saatchi LA, mengatakan bahwa teknologi “memungkinkan kami untuk menggali lebih dalam wawasan yang biasanya tidak dapat kami akses. Kami sedang melihat mesin untuk membantu kami menemukan pola unik yang orang-orang bicarakan, perilaku yang mereka lakukan atau hal-hal lain yang biasanya tidak kami lihat."
Pierantozzi menyebut jenis iklan ini sebagai penceritaan yang fleksibel. Maksudnya, "Anda memiliki cerita, Anda memiliki ide, dan [tetapi] apa yang kami lakukan adalah membuat hal-hal semacam itu yang membuatnya merasa lebih pribadi."
Perusahaan pemasaran dan komunikasi arus utama lain yang mengintegrasikan AI ke dalam bisnis mereka adalah JWT Canada. Pada 2015, agensi bekerja dengan Starmind, perusahaan perangkat lunak AI di Swiss, untuk menciptakan platform komunikasi internal yang didukung AI yang mereka sebut Pangaea.
Dengan menggunakan perangkat seluler, komputer desktop, atau situs web mandiri, karyawan JWT yang berjumlah 12.000 dapat menggunakan Pangaea untuk berkomunikasi dengan jaringan internal biro iklan tersebut. Ketika mereka perlu mengajukan pertanyaan, atau butuh bantuan dengan sesuatu, misalnya, karyawan hanya membuka aplikasi dan mengajukan pertanyaan mereka.
Apa yang membedakannya dari email massal, atau aplikasi perpesanan lainnya adalah bahwa Pangea menggunakan AI untuk memastikan pertanyaannya sampai kepada orang yang tepat. “Ini mirip seperti iklan terprogram,” kata Guy Murphy, Direktur Perencanaan Worldwide JWT. "Ini dapat menargetkan secara ketat, jika perlu, pertanyaan untuk orang yang paling relevan dalam jaringan."
Mirip dengan JWT, agensi periklanan dan raksasa PR, Publicis Groupe saat ini mengembangkan asisten profesional bertenaga AI bernama Marcel, untuk membantu 80.000 karyawan perusahaan. Digambarkan sebagai campuran Alexa, Google for Work, Kickstarter, dan Komunitas Kreatif, Marcel akan menjadi platform interaktif internal yang memungkinkan karyawan untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek dari seluruh dunia.
Publicis berharap platform inovatif ini akan mengarah pada ide-ide baru, cara-cara baru dalam berbisnis, dan kolaborasi perusahaan yang lebih baik. “Jika kami ingin menciptakan lingkungan di mana ide-ide orang didengarkan, diinkubasi, dipelihara dan ditumbuhkan,” kata Mark Tutssel, ketua dewan kreatif global Publicis Communications. Marcel juga memiliki kemampuan untuk "menghubungkan klien dengan pakar yang tepat dalam jaringan untuk menjawab setiap dan semua pertanyaan."
Agensi media global Maxus menguji-coba Lucy di Asia untuk merek kosmetik agar dapat lebih memahami segmentasi pemirsa di seluruh lini produknya dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk mengidentifikasi sumber media mana yang paling efektif untuk setiap lini produk.
Meskipun kemampuan Lucy yang luar biasa untuk mengatur data terstruktur, itu masih memiliki keterbatasan. Misalnya, platform masih memerlukan beberapa penyepurnaan untuk memproses data yang tidak terstruktur seperti survei konsumen, data konsumsi media, dan data klien. Saat ini, perencana media masih perlu merumuskan data sebelum Lucy digunakan secara efektif, yang sangat memakan waktu.
Lucy juga memiliki masalah merekomendasikan jaringan sosial tertentu untuk digunakan untuk kampanye karena tidak ada "pengukuran yang konsisten di berbagai platform," dan Lucy jadi bingung dengan pertanyaan luas seperti "Orang seperti apa yang menginap di hotel-hotel ini?" Hanya karena kemungkinan jawabannya sangat bervariasi.
"Lucy sangat baik dalam memberikan koleksi data yang secara efektif pengamatan," kata David Gaines, Chief Planning Officer Maxus Amerika Utara. "Tapi apa yang tidak bisa dilakukan oleh AI saat ini adalah memberi tahu Anda apa wawasan dari pengamatan tersebut, yang berarti kita masih memiliki pekerjaan untuk sementara." Tentu saja karena semakin banyak data yang diberikan kepada Lucy dari waktu ke waktu, platform hanya akan menjadi lebih pintar dan lebih mampu mengidentifikasi insight data yang lebih luas - baik terstruktur atau tidak.